SEBUAH
PEMBUKA
Ikhwatifillah
Sudah sepertiga
perjalanan telah kita lewati bersama, sudah banyak hal-hal yang kita alami
bersama kereta da’wah ini. Banyak momen-momen indah yang telah kita syukuri,
banyak pula yang masih kita keluhkan, rintangan yang menghambat laju kereta
da’wah ini, keringkihan fisik dan jiwa, kegersangan ruhani dan kelesuan gairah
untuk ber-ukhuwah bersama saudara seperjuangan. Disaat yang sama banyak
pemandangan-pemandangan indah yang terlewat dan belum sempat kita potret serta
nikmati bersama.
Sudah saatnya
bagi kita untuk berhenti sejenak seraya membuka kembali peta perjalanan yang
telah kita gambar bersama ketika diawal perjalanan pemberangkatan kereta ini.
mensyukuri apa yang telah Alloh berikan dan merenungi setiap kekurangan yang
harus kita tambal serta menyiapkan strategi-strategi berikutnya agar
kebermanfaatan kita dalam kereta ini bukan hanya untuk diri kita pribadi tetapi
juga untuk umat disikitar kita sebelum kereta perjuangan ini bergerak kembali untuk
menuju tempat pemberhentian berikutnya. Semoga Alloh memudahkan dan meridhoi
kita dalam menyelesaikan agenda-agenda perjuangan kita.
TAFSIR
KEIMANAN ATAS KEMENANGAN SEBELUM KEMENANGAN
Ikhwatifillah
Setiap kali realitas internal kita
berubah maka realitas eksternal di sekeliing kita juga berubah. Pernah kita
tidak percaya bahwa impian-impian yang pernah kita tulis dalam sebuah kertas
lapuk nan tua itu mungkin. Kita mungkin tidak mengatakannya tapi cara kita
bekerja tidak menunjukkan bahwa kita memang yakin bisa mencapainya.
Ikhwatifillah
inilah saatnya bagi kita untuk
kembali membangun motivasi bersama yang
kuat untuk mencapai target tersebut. Motivasi bukan soal kata-kata. Motivasi
adalah soal keyakinan. Dari keyakinan yang kuat, akan lahir pikiran yang besar.
Sarana dan sumber daya selalu tunduk pada ide dan pikiran-pikiran. Sebagaimana
sebaliknya, ide yang besar dan pemikiran yang kuat, akan menciptaan
sarana-sarananya, dengan caranya sendiri. Karena itu, dalam pepatah Arab
dikatakan, Barangsiapa bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil.
Momentum kali ini
seharusnya mengantarkan kita kepada tiga situasi batin yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan pemahaman dan cara kita bekerja. Pertama, kita mulai semakin mengerti apa sebenarnya masalah-masalah
kita dan mengerti bagaimana menyusun langkah-langkah kita Karena itu, dengan
caranya yang unik, Allah mensyaratkan perubahan harus dimulai dari kita
sendiri, dan permulaan itu adalah bagaimana kita mengerti masalah dan mengerti
bagaimana menyusun langkah.“Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum,
hingga kaum itu mengubah diri mereka sendiri.”
Kedua, bahwa setiap kali
kemauan kuat kita diberi taufik Allah untuk menjadi kenyataan, semakin pula
kemauan itu terus menguat menjadi kehendak. Karena itulah, Islam memiliki
caranya sendiri untuk membimbing kita, bahkan bila pun kerja-kerja kita tidak
mendapatkan pengakuan yang semestinya dari orang lain, itu tidak boleh
mengganggu semangat dan kekuatan kehendak. Sebab, Allah telah menjamin
pengakuan dari-Nya, dengan caran-Nya sendiri. Bahwa Allah Yang Maha Melihat,
menegaskan, Ia pasti akan melihat karya-karya itu. “Dan katakanlah, ‘Bekerjalah
kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu.’”
Ketiga, bahwa di dalam diri
kita juga terus menguat spirit untuk terus bekerja dan bekerja. Dan bahkan
dalam keberlanjutan kerja itulah proses menjadi baik, mendapat ampunan, dan
diperbaiki oleh Allah akan kita dapatkan. Bila kita terus bekerja, mungkin akan
selalu ada yang salah. Tapi dengan terus bekerja itulah Allah berjanji akan
memperbaiki kesalahan kita. “Dan orang-orang beriman kepada Allah dan
mengerjakan amal-amal yang shalih, serta beriman pula kepada apa yang
diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah
menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka, dan memperbaiki keadaan mereka.” (QS.
Muhammad: 2).
HAKIKAT
JALAN DA’WAH
Sesungguhnya jalan da’wah yang kita lalui ini adalah
jalan yang tidak sederhana. Jauh, panjang dan penuh liku apalagi jalan dakwah
yang kita tempuh saat ini. Ia jalan yang panjang dan ditaburi dengan halangan
dan rintangan, rayuan dan godaan. Karena itu dakwah ini sangat memerlukan
orang-orang yang memiliki muwashafat ‘ailiyah, yakni orang-orang yang berjiwa
ikhlas, itqan dalam bekerja, berjuang dan beramal serta orang-orang yang tahan
akan berbagai tekanan. Dengan modal itu mereka sampai pada harapan dan
cita-citanya.
Ikhwatifillah
Masih kita ingat sebuah cerita yang
terdapat di buku siroh nabawiyah yang kita pernah baca Kita bisa melihat ketegaran
Rasulullah SAW. Ketika beliau mendapatkan tawaran menggiurkan untuk
meninggalkan dakwah Islam tentunya dengan imbalan. Imbalan kekuasaan, kekayaan
atau wanita. Tetapi dengan tegar beliau menampik dan berkata dengan ungkapan
penuh keyakinannya kepada Allah SWT “Demi Allah, wahai pamanku seandainya
mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku
agar aku meninggalkan dakwah ini. Niscaya tidak akan aku tinggalkan urusan ini
sampai Allah SWT. memenangkan dakwah ini atau semuanya akan binasa”
Demikian pula kita merasakan ketegaran Imam Hasan Al
Banna dalam menghadapi tribulasi dakwahnya. Ia terus bersabar dan bertahan.
Meski akhirnya ia pun menemui Rabbnya dengan berondongan senjata api. Dan
Sayyid Quthb yang menerima eksekusi mati dengan jiwa yang lapang lantaran
aqidah dan menguatkan sikapnya berhadapan dengan tiang gantungan. Beliau dengan
yakin menyatakan kepada saudara perempuannya, ‘Ya ukhtil karimah insya Allah
naltaqi amama babil jannah. Duhai saudaraku semoga kita bisa berjumpa di depan
pintu surga kelak’.
Ikhwatifillah
Cerita-cerita
tadi seharusnya membuat kita semakin yakin bahwa jalan da’wah ini memang penuh
dengan rintangan dan hambatan. Disaat bersamaan pula kita seharusnya semakin
tersadar bahwa ujian-ujian ini bukan hanya terjadi pada pejuang-pejuang da’wah
hari ni tetapi telah terjadi sejak zaman perjuang-pejuang da’wah terdahalu.
Ikhwatifillah
Namun terkadang
bukan karena cobaan eksternal yang membuat pasukan kita tercerai berai hingga
akhirnya kalah oleh rintangan dan hambatan yang Alloh hadirkan untuk pasukan
kita. Namun cobaan internal-lah yang akhirnya membuat pasukan kita tercerai
berai.
Kita pasti
teringat peristiwa “kekalahan” pasukan muslim dalam perang uhud. Pasukan muslim
bukan kalah karena kehebatan pasukan Quroisy tetapi karena kelemahan pasukan
muslim sendiri yang tidak saling percaya antara yang satu dengan yang lainnya.
Jama’ah kita di
Indonesia juga pernah merasakan hal yang sama, tak kala timbul rasa kecewa
antara elemen yang satu dengan elemen lainnya yang membuat kereta da’wah ini
sedikit tersendat perjalanannya.
SEBUAH
PENGINGATAN
Sahabat hari ini kita sudah
berkomitmen untuk berada dalam kereta da’wah ini. Ibaratkan sebuah pelayaran
“ketika layar sudah terkembang” maka pantang surut kebelakang. Saat kita
menuliskan impian-impian terdahulu bersama orang-orang yang sangat kita cintai,
kita hanya bisa menerawang apa yang akan terjadi pada perjalanan kereta itu
hari ini. Begitu pula dengan apa yang terjadi dengan rekan-rekan kita entah itu
karakter, sikap, keputusan dsb. Pantang bagi untuk KECEWA dengan apa yang
terjadi dengan kereta da’wah kita selama ini.
Kita memang manusia yang sudah
pasti memiliki rasa kemanusian untuk bisa kecewa dengan apa yang terjadi di
sekitar kita. Namun kita juga harus belajar dari rosul dan sahabat yang pernah
kecewa dengan apa yang terjadi di sekitarnya namun tidak lekas melakukan
hal-hal yang kontra produktif dengan agenda-agenda da’wah yang ada.
Kholid bin Walid adalah
seorang jundulloh yang bisa mengajarkan kita tetang sebuah perintah yang tidak
sesuai dengan apa yang ada di hatinya. Tak kala umar menurunkan pangkat beliau
dari panglima menjadi seorang prajurit.
Ingatlah sahabat, KECEWA
merupakan salah satu jalan untuk meraih posisi orang-orang yang berguguran di
jalan Da’wah. Kecewa juga berarti hari ini kita belum bisa menjawab dengan
benar sebuah pertanyaan “UNTUK SIAPA KITA PERSEMBAHKAN PERJUANGAN INI”.
Pertanyaan inilah yang dahulu
para sahabat telah jawab sehingga tidak timbul rasa kecewa ketika kereta
da’wahnya oleh, tidak kecewa ketika ada sahabat kita melakukan disorientasi
niat, ketika rekan-rekan kita tidak bisa melakukan apa yang kita harapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar