Senin, 22 Oktober 2012

Mari Berhenti Sejenak



SEBUAH PEMBUKA

Ikhwatifillah
Sudah sepertiga perjalanan telah kita lewati bersama, sudah banyak hal-hal yang kita alami bersama kereta da’wah ini. Banyak momen-momen indah yang telah kita syukuri, banyak pula yang masih kita keluhkan, rintangan yang menghambat laju kereta da’wah ini, keringkihan fisik dan jiwa, kegersangan ruhani dan kelesuan gairah untuk ber-ukhuwah bersama saudara seperjuangan. Disaat yang sama banyak pemandangan-pemandangan indah yang terlewat dan belum sempat kita potret serta nikmati bersama.

Sudah saatnya bagi kita untuk berhenti sejenak seraya membuka kembali peta perjalanan yang telah kita gambar bersama ketika diawal perjalanan pemberangkatan kereta ini. mensyukuri apa yang telah Alloh berikan dan merenungi setiap kekurangan yang harus kita tambal serta menyiapkan strategi-strategi berikutnya agar kebermanfaatan kita dalam kereta ini bukan hanya untuk diri kita pribadi tetapi juga untuk umat disikitar kita sebelum kereta perjuangan ini bergerak kembali untuk menuju tempat pemberhentian berikutnya. Semoga Alloh memudahkan dan meridhoi kita dalam menyelesaikan agenda-agenda perjuangan kita.

TAFSIR KEIMANAN ATAS KEMENANGAN SEBELUM KEMENANGAN

Ikhwatifillah

            Setiap kali realitas internal kita berubah maka realitas eksternal di sekeliing kita juga berubah. Pernah kita tidak percaya bahwa impian-impian yang pernah kita tulis dalam sebuah kertas lapuk nan tua itu mungkin. Kita mungkin tidak mengatakannya tapi cara kita bekerja tidak menunjukkan bahwa kita memang yakin bisa mencapainya.

Ikhwatifillah

inilah saatnya bagi kita untuk kembali  membangun motivasi bersama yang kuat untuk mencapai target tersebut. Motivasi bukan soal kata-kata. Motivasi adalah soal keyakinan. Dari keyakinan yang kuat, akan lahir pikiran yang besar. Sarana dan sumber daya selalu tunduk pada ide dan pikiran-pikiran. Sebagaimana sebaliknya, ide yang besar dan pemikiran yang kuat, akan menciptaan sarana-sarananya, dengan caranya sendiri. Karena itu, dalam pepatah Arab dikatakan, Barangsiapa bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil.

Momentum kali ini seharusnya mengantarkan kita kepada tiga situasi batin yang sangat mempengaruhi pertumbuhan pemahaman dan cara kita bekerja. Pertama, kita mulai semakin mengerti apa sebenarnya masalah-masalah kita dan mengerti bagaimana menyusun langkah-langkah kita Karena itu, dengan caranya yang unik, Allah mensyaratkan perubahan harus dimulai dari kita sendiri, dan permulaan itu adalah bagaimana kita mengerti masalah dan mengerti bagaimana menyusun langkah.“Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum, hingga kaum itu mengubah diri mereka sendiri.”

Kedua, bahwa setiap kali kemauan kuat kita diberi taufik Allah untuk menjadi kenyataan, semakin pula kemauan itu terus menguat menjadi kehendak. Karena itulah, Islam memiliki caranya sendiri untuk membimbing kita, bahkan bila pun kerja-kerja kita tidak mendapatkan pengakuan yang semestinya dari orang lain, itu tidak boleh mengganggu semangat dan kekuatan kehendak. Sebab, Allah telah menjamin pengakuan dari-Nya, dengan caran-Nya sendiri. Bahwa Allah Yang Maha Melihat, menegaskan, Ia pasti akan melihat karya-karya itu. “Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu.’”

Ketiga, bahwa di dalam diri kita juga terus menguat spirit untuk terus bekerja dan bekerja. Dan bahkan dalam keberlanjutan kerja itulah proses menjadi baik, mendapat ampunan, dan diperbaiki oleh Allah akan kita dapatkan. Bila kita terus bekerja, mungkin akan selalu ada yang salah. Tapi dengan terus bekerja itulah Allah berjanji akan memperbaiki kesalahan kita. “Dan orang-orang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal-amal yang shalih, serta beriman pula kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka, dan memperbaiki keadaan mereka.” (QS. Muhammad: 2).

HAKIKAT JALAN DA’WAH

Sesungguhnya jalan da’wah yang kita lalui ini adalah jalan yang tidak sederhana. Jauh, panjang dan penuh liku apalagi jalan dakwah yang kita tempuh saat ini. Ia jalan yang panjang dan ditaburi dengan halangan dan rintangan, rayuan dan godaan. Karena itu dakwah ini sangat memerlukan orang-orang yang memiliki muwashafat ‘ailiyah, yakni orang-orang yang berjiwa ikhlas, itqan dalam bekerja, berjuang dan beramal serta orang-orang yang tahan akan berbagai tekanan. Dengan modal itu mereka sampai pada harapan dan cita-citanya.

Ikhwatifillah

            Masih kita ingat sebuah cerita yang terdapat di buku siroh nabawiyah yang kita pernah baca Kita bisa melihat ketegaran Rasulullah SAW. Ketika beliau mendapatkan tawaran menggiurkan untuk meninggalkan dakwah Islam tentunya dengan imbalan. Imbalan kekuasaan, kekayaan atau wanita. Tetapi dengan tegar beliau menampik dan berkata dengan ungkapan penuh keyakinannya kepada Allah SWT “Demi Allah, wahai pamanku seandainya mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini. Niscaya tidak akan aku tinggalkan urusan ini sampai Allah SWT. memenangkan dakwah ini atau semuanya akan binasa”

Demikian pula kita merasakan ketegaran Imam Hasan Al Banna dalam menghadapi tribulasi dakwahnya. Ia terus bersabar dan bertahan. Meski akhirnya ia pun menemui Rabbnya dengan berondongan senjata api. Dan Sayyid Quthb yang menerima eksekusi mati dengan jiwa yang lapang lantaran aqidah dan menguatkan sikapnya berhadapan dengan tiang gantungan. Beliau dengan yakin menyatakan kepada saudara perempuannya, ‘Ya ukhtil karimah insya Allah naltaqi amama babil jannah. Duhai saudaraku semoga kita bisa berjumpa di depan pintu surga kelak’.

Ikhwatifillah

Cerita-cerita tadi seharusnya membuat kita semakin yakin bahwa jalan da’wah ini memang penuh dengan rintangan dan hambatan. Disaat bersamaan pula kita seharusnya semakin tersadar bahwa ujian-ujian ini bukan hanya terjadi pada pejuang-pejuang da’wah hari ni tetapi telah terjadi sejak zaman perjuang-pejuang da’wah terdahalu.

Ikhwatifillah

Namun terkadang bukan karena cobaan eksternal yang membuat pasukan kita tercerai berai hingga akhirnya kalah oleh rintangan dan hambatan yang Alloh hadirkan untuk pasukan kita. Namun cobaan internal-lah yang akhirnya membuat pasukan kita tercerai berai.

Kita pasti teringat peristiwa “kekalahan” pasukan muslim dalam perang uhud. Pasukan muslim bukan kalah karena kehebatan pasukan Quroisy tetapi karena kelemahan pasukan muslim sendiri yang tidak saling percaya antara yang satu dengan yang lainnya.

Jama’ah kita di Indonesia juga pernah merasakan hal yang sama, tak kala timbul rasa kecewa antara elemen yang satu dengan elemen lainnya yang membuat kereta da’wah ini sedikit tersendat perjalanannya.

SEBUAH PENGINGATAN

                  Sahabat hari ini kita sudah berkomitmen untuk berada dalam kereta da’wah ini. Ibaratkan sebuah pelayaran “ketika layar sudah terkembang” maka pantang surut kebelakang. Saat kita menuliskan impian-impian terdahulu bersama orang-orang yang sangat kita cintai, kita hanya bisa menerawang apa yang akan terjadi pada perjalanan kereta itu hari ini. Begitu pula dengan apa yang terjadi dengan rekan-rekan kita entah itu karakter, sikap, keputusan dsb. Pantang bagi untuk KECEWA dengan apa yang terjadi dengan kereta da’wah kita selama ini.

                  Kita memang manusia yang sudah pasti memiliki rasa kemanusian untuk bisa kecewa dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Namun kita juga harus belajar dari rosul dan sahabat yang pernah kecewa dengan apa yang terjadi di sekitarnya namun tidak lekas melakukan hal-hal yang kontra produktif dengan agenda-agenda da’wah yang ada.

                  Kholid bin Walid adalah seorang jundulloh yang bisa mengajarkan kita tetang sebuah perintah yang tidak sesuai dengan apa yang ada di hatinya. Tak kala umar menurunkan pangkat beliau dari panglima menjadi seorang prajurit.

                  Ingatlah sahabat, KECEWA merupakan salah satu jalan untuk meraih posisi orang-orang yang berguguran di jalan Da’wah. Kecewa juga berarti hari ini kita belum bisa menjawab dengan benar sebuah pertanyaan “UNTUK SIAPA KITA PERSEMBAHKAN PERJUANGAN INI”.

                  Pertanyaan inilah yang dahulu para sahabat telah jawab sehingga tidak timbul rasa kecewa ketika kereta da’wahnya oleh, tidak kecewa ketika ada sahabat kita melakukan disorientasi niat, ketika rekan-rekan kita tidak bisa melakukan apa yang kita harapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar