Selasa, 12 Februari 2013

Penyakit-Penyakit Da'i Kampus


Islam merupakan sebuah risalah yang sangat sempurna yang mengatur segala sendi dimensi kehidupan. Salah satu sendi dimensi yang diatur oleh islam adalah Dunia Kemahasiswaan (kampus) yang kita kenal dengan nama Thullaby. Kita telah bersepakat bahwa islam harus menjadi “soko guru” dimanapun ia berada, Islampun telah mengatur cara untuk membumikannya yaitu dengan “da’wah”.

Da’wah kampus adalah da’wah yang sudah cukup lama di bangun oleh para pendahulu-pendahulu da’wah. Da’wah kampus tidak pernah berhenti walaupun setiap masa senantiasa berganti pahlawan yang memiliki karakteristik dan keahlian yang berbeda-beda. Namun di setiap masa-masa itu pula da’wah terkadang menjadi tidak efektif. Bahkan terkadang kontra produktif dengan da’wah itu sendiri.

Mengapa demikian?...Bukan islam yang salah, bukan juga manhaj da’wah kampus yang menjadi permasalahan karena sesungguhnya manhaj ini sudah begitu indah untuk diganti, tetapi permasalahan adalah pribadi da’i itu sendiri. Mengutip sebuah judul buku yang di tulis oleh seorang pendahulu da’wah yang telah menemui Robb nya yaitu fathi yakin yaitu “ Robohnya Da’wah Ditangan Da’i ”. Dari judul buku itu seharusnya kita menyadari bahwa da’wah ternyata bisa hancur oleh orang menyerukan da’wah itu sendiri. Hal ini terjadi karena terdapat penyakit-penyakit yang ada di dalam individu sendiri.

Gejala-gejala penggerusan da’wah oleh para da’i sudah sering terjadi khusunya di da’wah kampus. Gejala-gejala itu antara lain

1. Terjadi pembangkangan terhadap keputusan-keputusan Qiyadah jama’ah oleh para Jundi-Jundi-nya 

Kita sudah bersepakat bahwa da’wah ini membutuhkan orang-orang yang dapat mengatur seluruh sistem keislaman yang ada di kampus dimana mereka bukanlah orang-orang sembarang yang mana mereka juga telah dipilih berdasarkan sebuah sistem pemilihan yang ketat dan bertahap. 

Dan kita pun bersepakat bahwa dalam proses pengaturan-pengaturan tersebut mutlak memperlukan keputusan-keputusan yang mana keputusan tersebut akan mengikat seluruh komponen da’wah yang menjadi bagian dari sistem da’wah tersebut guna menciptakan kemashlahatan bagi jama’ah dan umat.

Namun dengan dalih tidak rasionalnya sebuah keputusan, tidak sregnaya kader dengan sebuah keputusan jama’ah, merasa tidak ada pengaruhnya mereka menaati keputusan itu atau tidak ataupun merasa tidak diajak berbicara untuk mengambil sebuah keputusan, Para jundi yang “cerdas-cerdas dan kreatif-kreatif tadi” melakukan proses-proses pembangkangan baik yang berskala kecil seperti tidak taat dalam menghadiri kegiatan yang telah di Ta’limatkan, tidak taat dal hal positioning tempat berda’wah yang telah ditentukan oleh jama’ah sampai dengan yang beskala besar yaitu menjadi orang-orang yang menjadi penentang (pembuat maker) terhadap keputusan-keputusan da’wah

2. Kedekatan Diri Seorang Da’i kepada Alloh

Kita bersepakat bahwa tugas seorang da’I adalah berda’wah, berda’wah dan berda’wah.  Namun ada yang sering dilupakan oleh seorang da’i yaitu sudah sejauh mana kedekatan mereka dengan Alloh. Sering terjadi fenomena-fenaomena di kampus tak kala banyak aktivis yang tdak bertilawah setelah sholat dengan alas an ada rapat, harus mengurus organisasi, ada persiapan acara ataupun yang lainnya.

Banyak pula fenomena yang dilakukan oleh para aktivis yaitu jarangnya seorang da’I untuk melakukan sholat malam. Orang-orang yang seperti ini beralasan karena lelahnya mereka di pagi hai untuk berda’wah sehingga ketika malam mereka begitu lelah sampai mereka melupakan waktu yang teramat indah untuk bertemu dengan Rabbnya.

Bahkan banyak jundi-jundi yang rela meninggalkan aktivitas-aktivitas pekanan mereka dengan dalih banyaknya kegiatan organisasi yang berbentrokan dengan agenda pekanan mereka dan mereka juga sering berdalih bahwa keberadaan mereka lebih penting untuk mengikuti agenda tersebut dibandingkan agenda pekanan mereka.

Yang harus digaris bawahi adalah sukes atau tidaknya da’wah yang dilakukan seorang bukan karena keahlian mereka tetapi karena keberekahan yang didapatkan mereka dari Alloh karena kedekatan mereka yang begitu tinggi dengan Robbnya. Hasan Al Banna dam ‘Ushul Isyrin-nya pun mengatakan bahwa  “aktivitas hati lebih penting dari aktivitas fisik” walaupun menyempurnakannya merupakan tuntutan syari’at.

3. Penyimpangan Tujuan

Fenomena ini sering terjadi pada seorang da’i. Penyimpangan tujuan merupakan sebuah kepastian karena begitu dekatnya kita dengan kenikmatan-kenikmatan dunia seperti harta, tahta, dan wanita. Penyimpangan tujuan sering terjadi karena begitu kurangnya penjagaan yang dilakukan terhadap diri seorang da’i oleh da’i itu sendiri.

Namun sebuah kepastian bahwa Alloh senantiasa menseleksi para da’i yang akan menyerukan agama-Nya. DIA-Lah yang langsung meminggirkan para da’i yang tidak ikhlas berjuang karenanya dengan tidak memberikan apa yang mereka inginkan.

4. Merasa Puas Dan Nyaman Atas Apa Yang Telah Dilakukan

Fenomena ini sering terjadi di kampus-kampus yang sering-sering terjadi di kampus-kampus yang dikatakan “futuh”. Para aktivis-aktivis di kampus ini sering merasa cepat puas dengan apa yang mereka kerjakan. Dengan dalih “yang penting kita sudah berusaha” mereka merasa sudah maksimal dalam melaksanakan sebuah agenda da’wah padahal sesungguhnya banyak PR yang harus diperbaiki. Namun karena sikap puas tadi banyak PR-PR yang terabaikan untuk diperbaiki dan ditindak lanjuti.

Selain merasa puas. Pada kampus-kampus seperti ini banyak aktivis yang merasa nyaman dengan keadaan dimana mereka sudah mencapai ke “futuh”-an sehingga mengurangi kesiap-siagaan mereka dalam menghadapi musuh-musuh Alloh. Rasa nyaman inilah yang mengurangi kesensitifan seorang da’i dalam menghadapi qodhoya-qodhoya yang ada. Mereka merasa semua berjalan dengan baik. Namun ketika seuatu ketika Musuh-musuh Alloh mencoba mengobrak-abrik grain design da’wah, maka ketidak-siapan lah yang sering  terjadi.

5. Terjadinya Figuritas

Figuritas adalah sebuah hal yang terjadi karena dua sebab, yang pertama karena memang menjadi tujuan dari da’i tersebut untuk penyebab seperti ini maka terdapat yang salah dalam keimanan seorang da’i. Yang kedua adalah kerja-kerja yang da’I tersebut lakukan yang tanpa ia sadari telah membuat dirinya dikultuskan. 

Terkadang untuk penyebab yang kedua ini adalah karena sang da’i tidak mau menyertakan orang lain untuk beramal yang sama seperti yang dia lakukan sehingga keahlian itu mutlak hanya ia yang memiliki. Namun juga terkadang kita harus mengintrospeksi para da’I yang lain yang ketika diberi kesempatan untuk belajar beramal namun ia menolak, sehingga amal-amal itu kempali lagi kepada da’I yang memang mempunyai keahlian itu.

6. Tidak Bertanggung Jawab Terhadap Sebuah Amanah

Fenomena ini terjadi karena sang da’I tidak menjadikan da’wah sebai sebuah hal yang prioritas sehingga ketika ada sebuah hal yang lebih menguntungkan maka ia lebih mendahulukan amal tersebut. Pelepasan amanah yang terlalu sering sehingga menyebabkan seorang da’I menjadi terbiasa untuk meninggalkan amanah. Hal ini sesungguhnya menjadi hal yang sangat menakutkan bagi jama’ah ini, karena ketidak profesionalitasan da’I di mata masyarakat kampus menjadi corengan-corengan hitam di wajah jama’ah.

7. Terjadi Pertentangan Diantara Da’i

Jama’ah ini sesungguhnya jama’ah yang luar biasa karena banyak-orang-orang cerdas yang ada di dalamnya. Namun terkadang kecerdasa-kecerdasan da’i yang ada di sana menyebabkan sering terjadinya pertentangan antar da’I untuk masalah-masalah yang sepele. Namun bukan pertentangannya yang menjadi permasalahan karena itu adalah dinamika dalam berjama’ah, yang harus di perhatikan adalah efek dari pertentangan itu yaitu perpecahan, terkadang seorang da’I yang “merasa kalah” dalam berdiskusi merasa tidak memiliki keputusan tersebut, merasa tidak bersepakat, dan merasa terlecehkan, sehingga setiap sang da’I “yang memenangkan diskusi” melakukan kebaikan maka da’I yang merasa kalah tadilah yang menjadi penolak pertama usul-usul yang di ajukan oleh da’i yang pertama.

8. Malas Membaca Dan Mengikuti Kajian

Fenomena “cerdasnya” seorang da’i terkadang menghadirkan fenomena-fenomena berikutnya yaitu “kemalasan” membaca dan mengikuti kajian. Dengan alas an banyaknya amalan yang harus dikerjakan menyebabkan mereka memprioritaskan amalan tersebut dibandingkan kedua hal diatas. Padahal sesungguhnya tsaqofah seorang da’i merupakan hal yang teramat penting, karena hanya dengan tsaqofah yang mumpuni akhirnya da’wah yang di dengungkan seorang da’I menjadi mengakar di hati-hati objek da’wahnya karena kedalaman ilmunya.

9. Serampangan Dan Tidak Kontinu

Keteraturan merupakan sebuah kemestian dalam berda’wah. Namun banyak fenomena yang terjadi pada da’i yang melakukan kegiatan-kegiatan yang serampangan yang terkadang tidak dikordinasikan oleh pengelola da’wah. Bahkan terkadang kegiatan da’wah yang dia lakukan kontradiktif dengan agenda da’wah yang ada.

Selain serampangan juga banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan yang tidak kontinu, padahal follow up kegiatan merupakan sebuah hal yang mutlak dilakukan oleh seorang da’i. Da’wah yang “nanggung” membuat terkadang objek da’wah menjadi tidak terkondisi.

10. Paradigma Da’wah Syiar-Siyasi

Fenomena paradigm da’wah siyasi-syiar adalah yang teramat “crowded”. Karena dari dahulu sampe sekarang masih ada yang terjangkit penyakit seperti ini. Sebagian da’I ada yang berfikir klo ingin menyelamatkan diri dari da’wah tapi namanya tetap ada di wajihah da’wah maka ia harus masuk lembaga syiar karena dengan masuk syirar mereka bisa sedikit bersantai geraknya dan tidak repot-repot seperti rekan-rekan siyasi.

Namun paradigm da’i-da’i yang berada di siyasi pun harus diluruskan bahwa ketika mereka berada disana maka posisi mereka adalah penyuport utama agenda-agenda syiar walaupun ada batasan-batasan didalamnya, minimal yang wajib dilakukan oleh rekan-rekan siyasi adalah mempublikasikan agenda-agenda wajihah syiar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar